KSR-PMI Unit UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

KSR-PMI Unit UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Entah dimana keistimewaan kata-kata time limit. Sebuah kata benda yang bertemu kata kerja, itu saja. Tapi kenapa kata-kata itu sering sekali digunakan dalam kamus umat manusia, baik orang sibuk maupun orang santai, orang rajin maupun orang malas, pekerja keras ataupun pengangguran sukses.
Gampangnya, time limit itu kita artikan dalam bahasa Indonesia sebagai waktu habis. Logikanya, mana mungkin waktu habis? Waktu bukan unsur kehidupan seperti makanan yang telah ditelan orang, waktu tidak seperti minyak dan air tanah yang semakin lama semakin habis di bumi ini, waktu juga bukan lapisan ozon yang semakin menipis. Lalu kenapa waktu bisa habis? Siapa yang menghabiskan?
Time limit bisa menciptakan  perasaan sedih dan bahagia secara bersamaan, untuk orang yang sama maupun berbeda. Misalnya: ada 2 anak yang sedang mengantri bermain PS, ketika waktu telah habis untuk pemain sebelumnya, dia akan senang hati untuk segera bermain, tapi bagaimana dengan pemain sebelumnya, dia pasti tidak senang dan merasa waktu begitu cepat berlalu.
Kata yang biasa ternyata membawa makna yang luar biasa. Saya dan mungkin sebagian dari anda sering menggunakan waktu ini dengan boros. Entah sadar atau tidak, waktu juga tidak dapat diperbarui seperti air, minyak, dan lapisan ozon. Manusia mungkin bisa berhenti sewaktu-waktu ketika berjalan, tetapi waktu tidak demikian. Waktu terus berjalan dan meninggalkan siapa saja termasuk kita jika tidak mau berusaha untuk mengejarnya.
Kita sering menghabiskan waktu menunggu dengan gelisah, tapi tanpa melakukan apapun. Jika diakumulasikan, waktu yang kita habiskan untuk berdiam diri sangatlah disayangkan. Jika sehari kita sudah membuang waktu selama sepuluh menit, berapa waktu yang terbuang selama setahun? Sedangkan dalam hidup ini semua serba menunggu. Bahkan jika hidup ini untuk menunggu mati, apakah kita akan berdiam diri saja tanpa melakukan apa-apa? Itulah kesalahan saya selama ini, dan mungkin sebagian dari anda yang mau menyadarinya, karena tulisan ini tidak bertujuan untuk men judge kesalahan siapapun.
Kehidupan ini serba rumit. Kadang ada sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh saya dan mungkin sebagian dari anda. Hal yang berkaitan dengan waktu dan uang. Hingga ada sebuah kata mutiara time is money. Benarkah demikian?
Tidak dapat dipungkiri, semua manusia termasuk saya dan anda tentu menganggap uang adalah hal yang sangat penting (saya tidak bilang yang paling penting lho, tapi yang sangat penting). Zaman sekarang, siapa sich yang gak butuh uang? Jeleknya, sebagian orang menghargai uang lebih dari manusia, uang adalah segalanya, dan anggapan bahwa semua bisa dibeli dengan uang telah menjadi hal umum. Padahal, jika ditanya hati kecilnya, mereka berkata bahwa tidak semua hal bisa dibeli dengan uang, tapi kenapa prakteknya jadi berbeda?
Jika kita mau berpikir, masih ada hal yang lebih esensial daripada mengumpulkan pundi-pundi uang. Yaitu hakekat untuk hidup bahagia. Kebahagiaan bisa datang kepada siapa saja, baik yang miskin maupun yang kaya, yang muda atau yang tua. Kebahagiaan tidak selalu karena uang, dan uang tidak selalu bisa membuat orang bahagia.
Saya pernah mendengar sebuah puisi:
Jika pohon terakhir telah dicabut
Sungai terakhir telah tercemar
Ikan terakhir telah ditangkap
Maka kita akan sadar bahwa
manusia tidak dapat memakan uang
(Green Peace)
Tidak ada seorang manusiapun yang ingin melihat hal itu terjadi, tak ada pohon lagi di dunia ini, tak ada ikan sama sekali di sungai, dan semua sungai telah tercemar. Namun jika hal itu harus terjadi, hanya penyesalan yang tak berujung. Semua ingin kembali ke masa lalu untuk memperbaiki hal itu. Inilah permainan waktu.
Waktu bukanlah penentu segalanya, tapi waktu mungkin akan menjadi penentu untuk beberapa hal. Manusia hanya perlu terus berusaha, tanpa melupakan hal yang menjadi tujuan hidup, yaitu bahagia dunia akhirat. Dan jangan lupakan dua hal yang menjadi tugas manusia di bumi ini, yaitu menjadi khalifatullah dan abdullah. Menjadi pemimpin dan penjaga bumi, dan juga menjadi hamba yang taat pada Tuhannya. By: Ray Rifqiyah
Posted by

Share this post

More To Explore