TIME LIMIT
Entah dimana keistimewaan kata-kata time limit. Sebuah  kata benda yang bertemu kata kerja, itu saja. Tapi kenapa kata-kata itu  sering sekali digunakan dalam kamus umat manusia, baik orang sibuk  maupun orang santai, orang rajin maupun orang malas, pekerja keras  ataupun pengangguran sukses.
Gampangnya, time limit itu kita artikan dalam bahasa Indonesia sebagai waktu habis.  Logikanya, mana mungkin waktu habis? Waktu bukan unsur kehidupan  seperti makanan yang telah ditelan orang, waktu tidak seperti minyak dan  air tanah yang semakin lama semakin habis di bumi ini, waktu juga bukan  lapisan ozon yang semakin menipis. Lalu kenapa waktu bisa habis? Siapa  yang menghabiskan?
Time limit bisa menciptakan  perasaan  sedih dan bahagia secara bersamaan, untuk orang yang sama maupun  berbeda. Misalnya: ada 2 anak yang sedang mengantri bermain PS, ketika  waktu telah habis untuk pemain sebelumnya, dia akan senang hati untuk  segera bermain, tapi bagaimana dengan pemain sebelumnya, dia pasti tidak  senang dan merasa waktu begitu cepat berlalu.
Kata  yang biasa ternyata membawa makna yang luar biasa. Saya dan mungkin  sebagian dari anda sering menggunakan waktu ini dengan boros. Entah  sadar atau tidak, waktu juga tidak dapat diperbarui seperti air, minyak,  dan lapisan ozon. Manusia mungkin bisa berhenti sewaktu-waktu ketika  berjalan, tetapi waktu tidak demikian. Waktu terus berjalan dan  meninggalkan siapa saja termasuk kita jika tidak mau berusaha untuk  mengejarnya.
Kita  sering menghabiskan waktu menunggu dengan gelisah, tapi tanpa melakukan  apapun. Jika diakumulasikan, waktu yang kita habiskan untuk berdiam  diri sangatlah disayangkan. Jika sehari kita sudah membuang waktu selama  sepuluh menit, berapa waktu yang terbuang selama setahun? Sedangkan  dalam hidup ini semua serba menunggu. Bahkan jika hidup ini untuk  menunggu mati, apakah kita akan berdiam diri saja tanpa melakukan  apa-apa? Itulah kesalahan saya selama ini, dan mungkin sebagian dari  anda yang mau menyadarinya, karena tulisan ini tidak bertujuan untuk men  judge kesalahan siapapun.
Kehidupan  ini serba rumit. Kadang ada sesuatu yang tidak dapat dipahami oleh saya  dan mungkin sebagian dari anda. Hal yang berkaitan dengan waktu dan  uang. Hingga ada sebuah kata mutiara time is money. Benarkah demikian?
Tidak  dapat dipungkiri, semua manusia termasuk saya dan anda tentu menganggap  uang adalah hal yang sangat penting (saya tidak bilang yang paling  penting lho, tapi yang sangat penting). Zaman sekarang, siapa sich yang  gak butuh uang? Jeleknya, sebagian orang menghargai uang lebih dari  manusia, uang adalah segalanya, dan anggapan bahwa semua bisa dibeli  dengan uang telah menjadi hal umum. Padahal, jika ditanya hati kecilnya,  mereka berkata bahwa tidak semua hal bisa dibeli dengan uang, tapi  kenapa prakteknya jadi berbeda?
Jika  kita mau berpikir, masih ada hal yang lebih esensial daripada  mengumpulkan pundi-pundi uang. Yaitu hakekat untuk hidup bahagia.  Kebahagiaan bisa datang kepada siapa saja, baik yang miskin maupun yang  kaya, yang muda atau yang tua. Kebahagiaan tidak selalu karena uang, dan  uang tidak selalu bisa membuat orang bahagia.
Saya pernah mendengar sebuah puisi:
Jika pohon terakhir telah dicabut
Sungai terakhir telah tercemar
Ikan terakhir telah ditangkap
Maka kita akan sadar bahwa
manusia tidak dapat memakan uang
(Green Peace)
Tidak  ada seorang manusiapun yang ingin melihat hal itu terjadi, tak ada  pohon lagi di dunia ini, tak ada ikan sama sekali di sungai, dan semua  sungai telah tercemar. Namun jika hal itu harus terjadi, hanya  penyesalan yang tak berujung. Semua ingin kembali ke masa lalu untuk  memperbaiki hal itu. Inilah permainan waktu.
Waktu  bukanlah penentu segalanya, tapi waktu mungkin akan menjadi penentu  untuk beberapa hal. Manusia hanya perlu terus berusaha, tanpa melupakan  hal yang menjadi tujuan hidup, yaitu bahagia dunia akhirat. Dan jangan  lupakan dua hal yang menjadi tugas manusia di bumi ini, yaitu menjadi khalifatullah dan abdullah. Menjadi pemimpin dan penjaga bumi, dan juga menjadi hamba yang taat pada Tuhannya. By: Ray Rifqiyah
       Posted 13th September 2011 by KSR-PMI Unit UIN Maliki Malang      
		 
								


