KSR-PMI Unit UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

KSR-PMI Unit UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Edisi Ramadhan: 11 atau 23 raka’at?

 

Shalat Tarawih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahman, dia mengabarkan bahwa dia pernah
bertanya pada ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Bagaimana shalat malam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan?”.
‘Aisyah mengatakan, yaitu:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah
raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam
shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.

” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, beliau menuturkan,
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat bersama
kami di bulan Ramadhan sebanyak 8 raka’at lalu beliau berwitir. Pada malam
berikutnya, kami pun berkumpul di masjid sambil berharap beliau akan
keluar. Kami terus menantikan beliau di situ hingga datang waktu fajar.
Kemudian kami menemui beliau dan bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya
kami menunggumu tadi malam, dengan harapan engkau akan shalat bersama
kami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
“Sesungguhnya aku khawatir kalau akhirnya shalat tersebut menjadi wajib
bagimu.” (HR. Ath Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa derajat hadits ini hasan. Lihat Shalat At Tarawih, hal. 21)
As Suyuthi mengatakan, “Telah ada beberapa hadits shahih dan juga hasan
mengenai perintah untuk melaksanakan qiyamul lail di bulan Ramadhan dan ada
pula dorongan untuk melakukannya tanpa dibatasi dengan jumlah raka’at
tertentu. Dan tidak ada hadits shahih yang mengatakan bahwa jumlah raka’at
tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 20
raka’at. Yang dilakukan oleh beliau adalah beliau shalat beberapa malam
namun tidak disebutkan batasan jumlah raka’atnya. Kemudian beliau pada
malam keempat tidak melakukannya agar orang-orang tidak menyangka bahwa
shalat tarawih adalah wajib.”
Ibnu Hajar Al Haitsamiy mengatakan, “Tidak ada satu hadits shahih pun yang
menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat
tarawih 20 raka’at. Adapun hadits yang mengatakan “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam biasa melaksanakan shalat (tarawih) 20 raka’at”, ini adalah
hadits yang sangat-sangat lemah.” ( Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Quwaitiyyah, 2/9635)
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Adapun yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Syaibah dari hadits Ibnu ‘Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di bulan Ramadhan 20 raka’at
ditambah witir, sanad hadits itu adalah dho’if. Hadits ‘Aisyah
yang mengatakan bahwa shalat Nabi tidak lebih dari 11 raka’at juga
bertentangan dengan hadits Ibnu Abi Syaibah ini. Padahal ‘Aisyah sendiri
lebih mengetahui seluk-beluk kehidupan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu malam daripada yang
lainnya. Wallahu a’lam.” (Fathul Bari, 6/295)
Jumlah Raka’at Shalat Tarawih yang Dianjurkan
Jumlah raka’at shalat tarawih yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11
atau 13 raka’at. Inilah yang dipilih oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana disebutkan dalam
hadits-hadits yang telah lewat.
‘Aisyah mengatakan, “

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah jumlah
raka’at dalam shalat malam di bulan Ramadhan dan tidak pula dalam
shalat lainnya lebih dari 11 raka’at.

” (HR. Bukhari no. 1147 dan Muslim no. 738)

Dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata
Shalat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari adalah 13
raka’at

.” (HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764). Sebagian ulama mengatakan
bahwa shalat malam yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah 11 raka’at. Adapun dua
raka’at lainnya adalah dua raka’at ringan yang dikerjakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai pembuka melaksanakan shalat
malam, sebagaimana hal ini dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (4/123, Asy Syamilah).


Bolehkah Menambah Raka’at Shalat Tarawih Lebih dari 11 Raka’at?

Mayoritas ulama terdahulu dan ulama belakangan, mengatakan bahwa boleh
menambah raka’at dari yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan, “

Sesungguhnya shalat malam tidak memiliki batasan jumlah raka’at
tertentu. Shalat malam adalah shalat nafilah (yang dianjurkan),
termasuk amalan dan perbuatan baik. Siapa saja boleh mengerjakan
sedikit raka’at. Siapa yang mau juga boleh mengerjakan banyak.

” (At Tamhid, 21/70)

Yang membenarkan pendapat ini adalah dalil-dalil berikut.

Pertama
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at. Jika engkau khawatir masuk waktu shubuh, lakukanlah shalat witir satu raka’at. ” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua
, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

Bantulah aku (untuk mewujudkan cita-citamu) dengan memperbanyak sujud
(shalat)

.” (HR. Muslim no. 489)
Ketiga
, sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sesungguhnya engkau tidaklah melakukan sekali sujud kepada Allah melainkan Allah akan meninggikan satu derajat bagimu dan menghapus satu
kesalahanmu.
” (HR. Muslim no. 488)
Dari dalil-dalil di atas menunjukkan beberapa hal:
Keempat
, Pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang memilih shalat tarawih
dengan 11 atau 13 raka’at ini bukanlah pengkhususan dari tiga dalil di
atas.
Alasan pertama
, perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah
mengkhususkan ucapan beliau sendiri, sebagaimana hal ini telah diketahui
dalam ilmu ushul.
Alasan kedua
, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang menambah
lebih dari 11 raka’at. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Shalat
malam di bulan Ramadhan tidaklah dibatasi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bilangan tertentu. Yang
dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau
tidak menambah di bulan Ramadhan atau bulan lainnya lebih dari 13 raka’at,
akan tetapi shalat tersebut dilakukan dengan raka’at yang panjang. …
Barangsiapa yang mengira bahwa shalat malam di bulan Ramadhan memiliki
bilangan raka’at tertentu yang ditetapkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak boleh ditambahi atau
dikurangi dari jumlah raka’at yang beliau lakukan, sungguh dia telah
keliru.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)

Alasan ketiga
, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkan para
sahabat untuk melaksanakan shalat malam dengan 11 raka’at. Seandainya hal
ini diperintahkan tentu saja beliau akan memerintahkan sahabat untuk
melaksanakan shalat 11 raka’at, namun tidak ada satu orang pun yang
mengatakan demikian. Oleh karena itu, tidaklah tepat mengkhususkan dalil
yang bersifat umum yang telah disebutkan di atas. Dalam ushul telah
diketahui bahwa dalil yang bersifat umum tidaklah dikhususkan dengan dalil
yang bersifat khusus kecuali jika ada pertentangan.

Kelima
, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melakukan shalat malam
dengan bacaan yang panjang dalam setiap raka’at. Di zaman setelah beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, orang-orang begitu berat jika melakukan satu
raka’at begitu lama. Akhirnya, ‘Umar memiliki inisiatif agar shalat tarawih
dikerjakan dua puluh raka’at agar bisa lebih lama menghidupkan malam
Ramadhan, namun dengan bacaan yang ringan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
mengatakan, “Tatkala ‘Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Ka’ab sebagai
imam, dia melakukan shalat sebanyak 20 raka’at kemudian melaksanakan witir
sebanyak tiga raka’at. Namun ketika itu bacaan setiap raka’at lebih ringan
dengan diganti raka’at yang ditambah. Karena melakukan semacam ini lebih
ringan bagi makmum daripada melakukan satu raka’at dengan bacaan yang
begitu panjang.” (Majmu’ Al Fatawa, 22/272)
Keenam
, telah terdapat dalil yang shahih bahwa ‘Umar bin Al Khottob pernah
mengumpulkan manusia untuk melaksanakan shalat tarawih, Ubay bin Ka’ab dan
Tamim Ad Daari ditunjuk sebagai imam. Ketika itu mereka melakukan shalat
tarawih sebanyak 21 raka’at. Mereka membaca dalam shalat tersebut ratusan
ayat dan shalatnya berakhir ketika mendekati waktu shubuh. (Diriwayatkan
oleh ‘Abdur Razaq no. 7730, Ibnul Ja’di no. 2926, Al Baihaqi 2/496. Sanad
hadits ini shahih. Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/416)
Begitu juga terdapat dalil yang menunjukkan bahwa mereka melakukan shalat
tarawih sebanyak 11 raka’at. Dari As Saa-ib bin Yazid, beliau mengatakan
bahwa ‘Umar bin Al Khottob memerintah Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Daariy
untuk melaksanakan shalat tarawih sebanyak 11 raka’at. As Saa-ib
mengatakan, “Imam membaca ratusan ayat, sampai-sampai kami bersandar pada
tongkat karena saking lamanya. Kami selesai hampir shubuh.” (HR. Malik
dalam Al Muqatho’, 1/137, no. 248. Sanadnya shahih. Lihat Shahih Fiqih Sunnah 1/418)
Berbagai Pendapat Mengenai Jumlah Raka’at Shalat Tarawih
Jadi, shalat tarawih 11 atau 13 raka’at yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bukanlah pembatasan. Sehingga para
ulama dalam pembatasan jumlah raka’at shalat tarawih ada beberapa pendapat.
Pendapat pertama
yang membatasi hanya sebelas raka’at. Alasannya karena inilah yang
dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Inilah pendapat
Syaikh Al Albani dalam kitab beliau Shalatut Tarawaih.
Pendapat kedua
shalat tarawih adalah 20 raka’at (belum termasuk witir). Inilah pendapat
mayoritas ulama semacam Ats Tsauri, Al Mubarok, Asy Syafi’i, Ash-haabur
Ro’yi, juga diriwayatkan dari ‘Umar, ‘Ali dan sahabat lainnya. Bahkan
pendapat ini adalah kesepakatan (ijma’) para sahabat.

Al Kasaani mengatakan, “’Umar mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan
qiyam Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu Ta’ala ‘anhu. Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20
raka’at. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini
menjadi ijma’ atau kesepakatan para sahabat.”

Ad Dasuuqiy dan lainnya mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka’at
inilah yang menjadi amalan para sahabat dan tabi’in.”

Ibnu ‘Abidin mengatakan, “Shalat tarawih dengan 20 raka’at inilah yang
dilakukan di timur dan barat.”

‘Ali As Sanhuriy mengatakan, “Jumlah 20 raka’at inilah yang menjadi amalan
manusia dan terus menerus dilakukan hingga sekarang ini di berbagai
negeri.”

Al Hanabilah mengatakan, “Shalat tarawih 20 raka’at inilah yang dilakukan
dan dihadiri banyak sahabat. Sehingga hal ini menjadi ijma’ atau
kesepakatan sahabat. Dalil yang menunjukkan hal ini amatlah banyak.” (Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 2/9636)

Pendapat ketiga
, shalat tarawih adalah 39 raka’at dan sudah termasuk witir. Inilah
pendapat Imam Malik. Beliau memiliki dalil dari riwayat Daud bin Qois,
dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan riwayatnya shahih. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/419)
Pendapat keempat
, shalat tarawih adalah 40 raka’at dan belum termasuk witir. Sebagaimana
hal ini dilakukan oleh ‘Abdurrahman bin Al Aswad shalat malam sebanyak 40
raka’at dan beliau witir 7 raka’at. Bahkan Imam Ahmad bin Hambal
melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan tanpa batasan bilangan
sebagaimana dikatakan oleh ‘Abdullah. (Lihat Kasyaful Qona’ ‘an Matnil Iqna’, 3/267)

Kesimpulan dari pendapat-pendapat yang ada adalah sebagaimana dikatakan
oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,

“Semua jumlah raka’at di atas boleh dilakukan. Melaksanakan shalat malam di
bulan Ramadhan dengan berbagai macam cara tadi itu sangat bagus. Dan memang
lebih utama adalah melaksanakan shalat malam sesuai dengan kondisi para
jama’ah. Kalau jama’ah kemungkinan senang dengan raka’at-raka’at yang
panjang, maka lebih bagus melakukan shalat malam dengan 10 raka’at ditambah
dengan witir 3 raka’at, sebagaimana hal ini dipraktekkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di bulan Ramdhan dan bulan lainnya. Dalam kondisi seperti itu, demikianlah yang terbaik.

Namun apabila para jama’ah tidak mampu melaksanakan raka’at-raka’at yang
panjang, maka melaksanakan shalat malam dengan 20 raka’at itulah yang lebih
utama. Seperti inilah yang banyak dipraktekkan oleh banyak ulama. Shalat
malam dengan 20 raka’at adalah jalan pertengahan antara jumlah raka’at
shalat malam yang sepuluh dan yang empat puluh. Kalaupun seseorang
melaksanakan shalat malam dengan 40 raka’at atau lebih, itu juga
diperbolehkan dan tidak dikatakan makruh sedikitpun. Bahkan para ulama juga
telah menegaskan dibolehkannya hal ini semisal Imam Ahmad dan ulama
lainnya.

Oleh karena itu, barangsiapa yang menyangka bahwa shalat malam di bulan
Ramadhan memiliki batasan bilangan tertentu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga tidak boleh lebih atau kurang dari 11 raka’at, maka sungguh dia telah keliru.” ( Majmu’ Al Fatawa, 22/272)

Dari penjelasan di atas kami katakan, hendaknya setiap muslim bersikap arif
dan bijak dalam menyikapi permasalahan ini. Sungguh tidak tepatlah kelakuan
sebagian saudara kami yang berpisah dari jama’ah shalat tarawih setelah
melaksanakan shalat 8 atau 10 raka’at karena mungkin dia tidak mau
mengikuti imam yang melaksanakan shalat 23 raka’at atau dia sendiri ingin
melaksanakan shalat 23 raka’at di rumah.

Orang yang keluar dari jama’ah sebelum imam menutup shalatnya dengan witir
juga telah meninggalkan pahala yang sangat besar. Karena jama’ah yang
mengerjakan shalat bersama imam hingga imam selesai –baik imam melaksanakan
11 atau 23 raka’at- akan memperoleh pahala shalat seperti shalat semalam
penuh. “

Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya
pahala qiyam satu malam penuh

.” (HR. Ahmad dan Tirmidzi. Syaikh Al Albani dalam Al Irwa’ 447 mengatakan
bahwa hadits ini shahih). Semoga Allah memafkan kami dan juga
mereka.

Share this post

More To Explore